
Sungguh ahmak aku
Menunggu satu jemari mengusap sepi
Incang ku lihat sosok berjelaga kala senyap
Ku pikir hanya sebuah gelas kosong
yang terpampang di etalase bertirai sutra
Lalu sengaja ku tuangkan tinta mesra
agar terisi penuh hitam pekat sekalian
Tersadar sebelumnya
terdapat molekul-molekul kecil
bersarang pada alasnya
Dari mana datangnya kabut kelabu itu?
Hingga menggiring sekawanan luka
menyerbu perasaan ikhlasku
Bukan cinta gerinsing yang ku damba
Bukan pula sekedar isi
yang membuatku terisak sangat
Hanya hasrat utuh semakin bergejolak
Meronta-ronta sepasang sayap tulus
mendekap jiwa
Tak bisakah bukan lagi senja
yang kerap memerah jambu di sore itu?
Sementara sesudahnya
kekosongan di hingar bingar
Lantas
Pada siapa lagi sembunyikan realita cinta
Aku tak mengharap menjadi benalu
yang mencumbu casuarina
Aku hanya menolak mengeksploitasi rasa
dari tatapan getar pertamaku
Maksud hati
ingin memeluk pelangi sendiri
Namun ia tak terbangun
dari satu warna abadi
Rainame

Tidak ada komentar:
Posting Komentar